Jumat, 26 Desember 2008

Soekarno dan Cita Politik KeIndonesiaan

Soekarno Muda dan Cita Politik Ke-Indonesia-an

Ridho Ramadhan Nasution*

“Dalam cita-cita politikku, aku ini nasionalis

Dalam ciata-cita sosialku, aku ini Sosialis

Dalam cita-cita sukmaku, aku ini sama sekali Theis

Sama Sekali percaya Tuhan, Sama sekali mengabdi kepada Tuhan”

(Soekarno, Sarinah, 1947)

Itulah sepenggalan tulisan dan ungkapan Soekarno yang menggambarkan pemikirannya dan tepat pada tanggal 6 Juni nanti kita akan memperingati HAUL Bung Karno, yang Ke-107, dan hal ini sedikit mengundang pertanyaan kenalkah kita dengan Soekarno. Walau secara raga kita tidak lagi bisa dekat dengannya, tetapi secara pemikiran kita bisa saja syahdu dengan apa yang menjadi cita perjuangan Soekarno. Dan kita tidak perlu sekalipun menjadi Soekarnolog untuk mengenal pemikiran politik Soekarno, hanya diawal kita harus memiliki rasa dan minat untuk mengetahui dan menghindarkan skeptisisme.

Mengenal Soekarno.

Soekarno, atau yang kita kenal dengan Bung Karno, adalah pejuang progressif revolusioner di masa-masa pergerakan kemerdekaan sekitar tahun 1920-an sampai dengan pengasingan yang menghantarkan kematiannya ditahun 1970. Soekarno dengan nama kecil Kusno lahir dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Nyoman Rai pada 6 Juni 1901, di Lawang Seketeh, Surabaya. Ia lahir ditengah lingkungan sosial-jawa yang mengajarkannya tentang nilai gotong royong, kesederhanaan, falsafi dunia pewayangan sampai dengan hal-hal yang berbau ‘klenik’ (mistik), yang didapatkannya sewaktu tumbuh dan besar di daerah Tulung Agung.

Soekarno yang lahir ditengah keluarga jawa priyayi, dan Ayahnya yang seorang Kepala Sekolah Pribumi kelas dua di daerah Mojokerto, membuka kesempatan yang luas bagi Soekarno untuk menempuh berbagai pendidikan formal di masa Kolonial Belanda, dimulai dari Froble (Sekolah Umum untuk usia pra-sekolah), Hollands Inlandsche School (Sekolah Pribumi Belanda), Europeeshe Lagere School (Sekolah Dasar Eropa), Hoogere Burger School (Sekolah Lanjutan Tinggi) sampai dengan Sekolah Tinggi Teknik Bandung.

Kesempatan untuk menempuh pendidikan di HBS di Surabaya membawa kesan tersendiri, karena semasa tinggal di Surabaya, Soekarno memulai petualangan politiknya, mulai dari kesempatan untuk berkenalan dan berdiskusi dengan para tokoh pergerakan nasional di masa itu, dimulai dari HOS Tjokroaminoto, Sneevliet, Douwes Dekker, Agus Salim, dan tokoh Kelompok Sosial Demokrat di Hindia Belanda; Tan Malaka, Semaun dan Alimin; sampai dengan keterlibatan Soekarno di Sarekat Islam. Soekarno muda yang sedang menempuh pendidikan di Surabaya juga banyak menghabiskan waktu untuk menikmati berbagai bacaan mulai dari Ernest Renan, Kautsky, Otto Beaur, Freidich Engels sampai dengan pemikiran Marx yang banyak mempengaruhi pemikiran Soekarno yang revolusioner, hal ini yang sangat membedakan Soekarno dengan remaja seusianya kala itu.

Soekarno Muda Dan Marhaenisme Awal

“Aku baru berumur 20 Tahun ketika suatu ilham politik menerangi pemikiranku. Mula-mula ia hanja berupa kuntjup dari suatu pemikiran jang mengorek-ngorek otakku, akan tetapi tidak lama kemudian ia menjadi landasan tempat pergerakan kami berdiri. Kalimat ini di utarakan oleh Soekarno di dalam buku Penyambung Lidah Rakyat, yang di tulis oleh Cindy Adams, sebagai sebuah gambaran Soekarno muda disaat ia mendapatkan sebuah ilham politik yang lahir dari sebuah anti-tesis keadaan masyarakat yang telah masuk kedalam kemelaratan dan keadaan masyarakat yang Marhaen akibat dari Kolonial Belanda di masa itu. Dan sebagai sebuah anti-tesis keadaan masyarakat Indonesia maka Marhaenisme lahir.

Sebagai sebuah gambaran umum saya mencoba melihat beberapa faktor yang membentuk pola pemikiran politik Soekarno dan Latar belakang sosial politik tumbuh dan berkembangnya Marhaenisme sebagai sebuah anti-tesis kolonial Belanda di sekitaran tahun 1920-an. Pertama, faktor internal Soekarno sebagai pemikir, ada 4 faktor yang mempengaruhinya; (1)Kehidupan Komunal Jawa yang menghadirkan ide-ide persatuan, (2)Ke-Islam-an menciptakan sebuah sikap Nasionalisme Yang Theis, (3)Pendidikan Belanda yang diskriminatif dan tumbuhnya sikap anti-kolonial, dan (4)Sarinah sebagai kewajiban wanita Indonesia dalam pergerakan.

Kedua, faktor latar sosial politik Ke-Indonesia-an, ada 6 faktor yang mempengaruhi pemikiran Soekarno; (1)Masuknya pengaruh Liberalisasi ekonomi Eropa Barat, (2) Permasalahan agraria karena bergantinya sistem tanam paksa menjadi sewa tanah sejak masuknya kapitalis Eropa Barat, (3)Permasalahan Perburuhan karena rakyat dipaksa bekerja di dalam perkebunan akibat dari beralihnya kepemilikan tanah ke Perkebunan Kapital, (4)Tingginya angka kemelaratan dan tingginya resiko kematian akibat adanya selisih nilai, (5)Masuknya pengaruh Marxisme, (6)Lahirnya Perserikatan Komunis di Hindia Belanda sebagai motor pergerakan revolusioner dalam menentang Kolonial Belanda.

Marhaenisme sendiri dalam pandangan Soekarno adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang didalamnya menyelamatkan kaum Marhaen; kaum proletar Indonesia, kaum tani melarat, kaum melarat keseluruhan; dengan cara perjuangan yang revolusioner. Cara perjuangan yang dimaksudkan oleh Soekarno secara lebih jelas kita dapatkan di dalam buku DBR Jilid-I, yaitu; Non Kooperasi, Menggalang kekuatan (Machtvorming), Membangun kesadaran melalui Massa aksi, dan Radikalisme.

Integrasi Pemikiran Politik Soekarno

Selanjutnya secara singkat kita akan melihat pengaruh pemikiran politik Soekarno dan perubahan politik Indonesia. Azas dan doktrin perjuangan Marhaenisme yang merupakan deduksi pemikiran politik Soekarno banyak telah mempengaruhi bentuk pergerakan bangsa, dan para pengikut ajaran Soekarno banyak menginterpertasikan Marhaenisme itu sendiri sebagai sebuah cita Sosialisme Indonesia, sebuah marxisme dalam terapan yang telah berelaborasi dengan struktur sosial politik Ke-Indonesia-an.

Mereka yang telah menjadi objek dari kekuatan ekonomi kapital, yang kemudian terjerembab pada sebuah alienasi, diharapkan akan bangkit dan melakukan berbagai perlawanan baik secara sosial-ekonomi dan sosial-politik demi sebuah emansipasi dalam kenyataan taraf materi, untuk melepaskan diri dari belenggu kapital dan domain pemikiran liberal yang menguasai Indonesia ke-kini-an. Karena otokrasi dan antagonisme kapitalisme pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan di tengah rakyat Indonesia. Dan dalam taraf dialektikan keIndonesiaan, Marhaenisme lahir sebagai sebuah pisau analisa untuk melihat gejala, fenomena, dan peristiwa sosiologis-politik di Indonesia untuk menghadirkan sebuah kesimpulan.

Pemikiran politik Soekarno merupakan sebuah konfigurasi kekuatan domestik yang menyangkut kepentingan kelompok dan negara yang berkuasa, yang menjadi penentu penting dalam perubahan politik dan kondisi rakyat Indonesia untuk masuk dalam kondisi yang sejahtera, damai, berkeadilan dan serasa sama bahagia. Keseluruhannya, menurut Soekarno sendiri adalah sebuah rangkaian fleksibilitas dan kapabilitas kapasitas ekonomi politik serta pertarungan ideologis untuk menjawab tantang progressifitas Indonesia. Maka pemikiran politik Soekarno telah mempengaruhi bentuk Ke-Indonesia-an dan memiliki relevansinya dalam kondisi kekinian.

Dalam sebuah tendensi sosiologi politik tentang penjelasan perubahan masyarakat yang dilahirkan oleh suatu transformasi masyarakat sarat akan analisa perubahan. Pada intinya pemikiran politik dan ajaran Soekarno adalah selalu mencari perubahan bentuk-nya untuk ber-elaborasi dengan hukum utama yang menggerakkan dan mengatur masyarakat sehingga dapat menjawab perubahan di dalam masyarakat. Seiring dengan keadaan di akhir dekade abad ke-20 saat ini yang begitu banyak eksplanasi dan perubahan sosial.

*) Penulis adalah Mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU

Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) cab. Kota Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar